Kumandang adzan mulai
berkumandang. Mulai mengajak para muslim untuk bergegas ke masjid. Tetapi,
malam menjelang solat tarawih pertama saya masih berada di kampus. Bisa-bisanya
masih berada di kampus padahal sudah tau bahwa esok akan menjalankan ibadah
puasa. Seharusnya sudah bersiap untuk ke masjid menjalankan solat tarawih dan
bersiap dengan girangnya menyambut bulan ramadhan. Kenyataan tidak selalu
sepaham dengan apa yang selalu diinginkan.
Memang benar,
seharusnya hati ini sudah siap untuk menyambut bulan suci ramadhan. Bulan
dimana penuh ampunan dari Allah, bulan untuk kembali fitrah, kembali ke jalan
Allah. Ada sedikit yang mengganjal di hati saya tentang bulan Ramadhan tahun
ini. Seharusnya saya bersyukur, sangat bersyukur masih bisa merasakan nafas dan
udara bulan suci ramadhan. Tetapi, masih
ada sedikit. Mungkin hanya sedikit yang membuat hati ini belum siap.
Astaghfirullah.
Padahal sebelum puasa,
saya mengikuti pengajian dengan berbagai siraman rohani untuk kesiapan jasmani
dan rohani menyambut bulan suci ramadhan. Tapi kenapa tetap saja ada yang
mengganjal? Jika hanya menahan lapar dan haus, itu memang sudah bagian yang
sudah biasa dilakukan diwaktu puasa. Tetap saja, saya masih terheran-heran
dengan perasaan ini.
Akhirnya pertanyaan
tentang perasaan mengganjal saya masih belum juga bisa terjawab. Sampai
akhirnya sudah setengah perjalanan di bulan ramadhan. Tak terasa sudah setengah
perjalanan menuju hari fitrah. Tahan lapar dan haus setiap hari selama puasa
kuat dilakukan, Alhamdulilah jasmani ini masih bisa diajak untuk kuat berpuasa.
Semakin hari saya
semakin bertanya, apa yang kurang di ramadhan tahun ini? Penuh pertanyaan di
otak saya. Dan akhirnya saya bertemu kata “cinta” di otak saya. Mungkin
menemukan ini tak singkat, tapi ketika menulis ini terkesan singkat. Tak apa.
Saya rasa, ramadhan
tahun ini tidak saya imbangi dengan kesiapan matang dan pada akhirnya hanya
ramadhan yang tersapu oleh angin. Terbang begitu saja, tanpa mampir dengan
memberi makna bagi saya. Sungguh, saya sedih akan hal ini. Pikiran apa yang
sedang menggeluti saya ketika itu, yang akhirnya membuat saya tidak konsentrasi
dengan ramadhan.
Mungkin untuk mencintai bulan ramadhan juga perlu kesiapan matang, tetapi ketika kata cinta sudah diikrarkan maka akan tetap berada di hati. Cinta setulus hati akan membawa kesan bermakna di kehidupan ini. Ya, saya butuh cinta untuk ramadhan saya. Tapi, waktu sudah berlalu. Saya tidak bisa memberi cinta kepada Ramadhan yang telah pergi. Tak perlu bersedih, siapa yang tahu akan hari esok? Manusia bisa apa, Tuhan lah yang menentukan semua jalan ini. Manusia hanya menganggukan kepala dan mencoba dengan usahanya untuk terus berada di dekat-NYA. Amin.
Semoga, semoga masih diberi kesempatan untuk merasakan ramadhan yang lebih bermakna. Semoga saja :)
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti kontes ini :), klik disini
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti kontes ini :), klik disini
-tigasesa-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar